Tak terasa bulan ramadahan telah kita masuki. Pengajian songsong ramadhan pun telah dilaksanakan masjid di kampung beberapa hari yang lalu. Dan kemarin, orang-orang menyibukkan diri dengan ritual padusan, sehari sebelum bulan suci.
Seiring datangnya Bulan ramadhan, ibadah puasapun diwajibkan kepada orang yang beriman. Dan jika hakekat puasa adalah pengendalian diri, maka seharusnyalah kita mampu menjaga diri kita. Baik dalam tutur kata maupun perilaku.
Dan salah jalan adalah dengan melatih kesederhanaan. Nabi Muhammad SAW memberi contoh kesederhanaan dalam berbuka puasa. Hanya dengan 2-3 biji kurma dan segelas air.
Namun apa yang kita makan selama berbuka puasa di rumah ? Atau bahkan di masjid-masjid sekalipun ?. Biasanya kita berbuka puasa dengan makan2 enak dan banyak. Bukan dengan buah kurma dan air putih, tetapi dengan satu piring penuh nasi dengan semua lauk pauknya dan ditambah dengan minuman menyegarkan, seperti kelapa muda atau pudding. Yang bisa jadi justru melebihi porsi makan siang kita selama di luar Bulan Ramadhan.
Maka sangat ironis memang. Bahkan berita menjelang bulan puasa menyatakan bahwa pemerintah (dalam hal ini bulog) telah mencukupi persediaan sembako. Bukankah suatu hal yang aneh, jika selama bulan ramadahan kita hanya 2 kali makan (sahur dan berbuka ) tapi tingkat konsumsi lebih tinggi dari pola makan 3 kali (pagi-siang-malam).
Maka tak salah jika berbuka puasa, kita maknai sebagai upaya balas dendam. Sebuah pelampiasan karena kita tidak diperkenankan makan minun pada waktu siang hari. Dan namanya pelampiasanpun memang selalu sangat berlebihan. Jauh dari hakekat puasa, yakni pengendalian diri.
Jika hakekat puasa ternyata salah ditafsirkan oleh kita. Bagaimana kita mampu menjadi orang yang bertakwa ? Bagaimana kita mampu terlahir secara suci pada hari Raya ? Sekaligus meningkat kualitas iman dan islam pada bulan syawal ?
Semoga kita dapat memahami dan menjalani hakekat puasa, Amin.